Minggu, 03 Juni 2012


No Doubt adalah sebuah grup band beraliran ska yang dibentuk di Anaheim, California, Amerika Serikat pada 1986. Formasi mereka telah mengalami beberapa kali perubahan, dan terakhir terdiri dari Gwen Stefani (vocals), Tom Dumont (guitar, keyboards), Tony Kanal (bass guitar, vocals) dan Adrian Young (drums, percussion).

No Doubt sendiri didirikan oleh John Spence, salah seorang personel yang kini sudah tidak aktif lagi, bersama Eric Stefani, yang juga saudara Gwen Stefani.

Album yang pernah dirilisnya, di antaranya No Doubt (1992), The Beacon Street Collection (1995),
Tragic Kingdom (1995), Return of Saturn (2000)
dan Rock Steady (2001). Dan album kompilasi The Singles 1992-2003 (2003), Boom Box (2003) dan Everything in Time (2004).

Penantian penggemar No Doubt selama 11 tahun hampir berakhir. Band ska gelombang ketiga dengan frontwoman yang sangat iconic, Gwen Stefani ini telah memastikan tanggal keluar album keenam mereka, yaitu 26 September 2012.

Sebuah video yang menggambarkan kegiatan terakhir No Doubt di studio rekaman telah diunggah di situs resmi mereka, dengan tulisan, "Kami harap kau menyukai video ini dan berita besar dari kami. Kami tak sabar membagi musik terbaru dengan kamu! Bersiaplah, No Doubt akan datang!"

"Kami tahu pengumuman tanggal rilis dan dengan adanya video ini, seharusnya ada beberapa foto baru. Kami akan memperbarui tampilan situs dan memberitahu kalian artwork album tak lama lagi. Tetapi sebelum itu, akan ada foto-foto baru," tulis band yang terakhir kali mengeluarkan album tahun 2001 itu.

"Kami sangat berterima kasih atas dukungan kalian selama 25 tahun terakhir. Kami sangat bangga dengan album baru ini, kami harap kalian menyukainya seperti kami juga. Kami akan terus memperbarui berita mulai sekarang sampai bulan September nanti. Kami sudah punya rencana membuat video klip dan berlatih di studio membawakan lagu-lagu baru kami," ujar No Doubt, mengakhiri pengumuman resmi mereka.

Berita ini disambut gembira para penggemar musik. No Doubt pernah sangat berjaya di tahun 90-an. Ketika serangan gelombang ska ketiga berakhir, mereka salah satu dari sedikit band yang mampu bertahan di jalur mainstream. Pada awal 2011, mereka telah mengumumkan penggarapan album keenam. Tetapi karena berbagai alasan, album ini tertunda sampai September 2012. (nme/rea)




With the return of the punks in the mid-'90s came a resurgence of their slightly more commercial rivals, new wave bands. No Doubt found a niche as a new wave/ska band, on the strength of vocalist Gwen Stefani's persona -- alternately an embrace of little-girl-lost innocence and riot grrrl feminism -- exemplified on the band's breakout single, "Just a Girl."

Formed in early 1987 as a ska band inspired by Madness, the lineup of No Doubt initially comprised John Spence, Gwen Stefani, and her brother Eric. While playing the party-band circuit around Anaheim, the trio picked up bassist Tony Kanal, born in India but raised in Great Britain and the U.S. Hardened by the suicide of Spence in December 1987, No Doubt nevertheless continued; Gwen became the lone vocalist and the group added guitarist Tom Dumont and drummer Adrian Young.

No Doubt's live act began to attract regional interest, and Interscope Records signed them in 1991. The band's debut a year later, an odd fusion of '80s pop and ska, sank without a trace in the wake of the grunge movement. As a result, Interscope refused to support No Doubt's tour or further recordings. The band responded by recording on their own during 1993-1994; the result was the self-released Beacon Street Collection, much rawer and more punk-inspired than the debut. Eric Stefani left just after its release, later working as an animator for The Simpsons.

By late 1994, Interscope allowed recordings to resume, and Tragic Kingdom was released in October 1995. The album served as a document of the breakup of Gwen Stefani and Kanal, whose relationship had lasted seven years. Thanks to constant touring and the appearance of "Just a Girl" and "Spiderwebs" on MTV's Buzz Bin, the album hit the Top Ten in 1996. Stefani, who has made no secret of her pop ambitions, became a centerpiece of attention as an alternative to the crop of tough girls prevalent on the charts. By the end of the year, Tragic Kingdom hit number one on the album charts, almost a year after its first release; the record's third single, the ballad "Don't Speak," was the band's biggest hit to date.

No Doubt's much-anticipated follow-up, The Return of Saturn, was released in the spring of 2000, and "Simple Kind of Life" and "Ex-Girlfriend" were both critically successful at the mainstream and college levels. A year later, Stefani also hooked up with rap chanteuse Eve for the single "Let Me Blow Your Mind" (it went on to earn a Grammy for Best Rap/Sung Collaboration in 2002); however, Stefani also joined her band for the release of their fifth album. The ska revival and new wave sounds of Rock Steady were issued hot on the heels of debut single "Hey Baby" in December 2001.    
Akon is in fire! Dia sedang terbakar sampai berencana mengeluarkan 2 album sekaligus tahun ini. Album keempatnya, STADIUM akan rilis bulan September, disusul sebuah album reggae secepatnya.

Dalam album yang diinginkan Akon sepenuhnya memainkan musik reggae itu, ia bekerja dengan Damian Marley dan Julian Marley. Keduanya adalah putra Bob Marley dari ibu yang berbeda. Akon menyatakan, kedua bersaudara itu menginspirasinya menggarap musik reggae.

"Ini adalah sebuah kehormatan besar untuk bekerja bersama mereka dan terinspirasi oleh Damian serta Julian," ungkap Akon penuh kebanggaan.

"Aku selalu tahu sejak dulu. Begitu aku bisa mengerjakan sebuah album reggae, aku pasti melakukannya. Dan kedua orang yang bekerja bersamaku adalah orang-orang terbaik era ini," kata musisi yang juga bekerja bersama Gwen Stefani dari No Doubt dalam album solonya THE SWEET ESCAPE.

Sudah bukan rahasia kalau Akon tertarik dengan musik reggae. Pada medio 2009, ia membantu Matisyahu meremix lagu One Day. Album reggae ini diharapkan bisa didengar pada akhir 2012.

Sementara Damian Marley saat ini adalah tokoh Jamaican music yang sangat berpengaruh. Lagu-lagunya seperti There For You, Welcome To Jamrock dan Road To Zion menjadi lagu yang wajib diketahui pecinta reggae. Kalau Julian Marley sang kakak memilih roots reggae, Damian memilih reggae yang lebih modern seperti ragga dan dancehall. Album reggae Akon ini akan sangat layak dinanti! (dgs/rea)

No Doubt merilis sebuah video yang berisi tentang kegiatan di studio ketika mengerjakan album baru mereka. Di video itu mereka juga menampilkan preview single baru, Push and Shove.

"Kami melakukan momen-momen yang menyenangkan. Kami datang pukul 9.30 atau 10.00 pagi. Aku berkumpul dengan anakku pukul 6.30. Jadi aku harus membagi waktu beberapa jam dengan anakku dan kemudian bergegas ke studio," ujar bassist No Doubt, Tony Kanal di menceritakan kegiatannya sehari-hari di video tersebut.

Di video ini juga ditampilkan proses rekaman salah satu single terbaru mereka, Push and Shove. Gwen Stefani, Tony Kanal, Tom Dumont dan Adrian Young tampak sangat antusias memainkan perannya masing-masing.

"You push and shove. I take the bait. It’s a risky business. Gonna play it anyway,” bunyi petikan lirik Push and Shove yang dinyanyikan Gwen Stefani.

Album baru yang akan dirilis 26 September ini sekaligus menjadi akhir penantian fans No Doubt hampir 11 tahun. Tak heran album ini disambut sangat meriah oleh fans di seluruh dunia.



 


read more "Biografi NO'DOUBT"

Sabtu, 02 Juni 2012


MUSE

Muse pertama kali di bentuk pada tahun 1994. Anggota Muse bermain selama mereka tinggal di Teignmouth Community College pada awal 1990-an, namun pembentukan Muse dimulai ketika Bellamy berhasil mengikuti audisi untuk gitaris di band Dominic Howard. Mereka meminta Chris Wolstenholme - yang bermain drum pada saat itu - untuk belajar bermain bass untuk band, Wolstenholme setuju dan mengambil pelajaran itu, sementara Bellamy harus menjadi penyanyi dan penulis lagu untuk band. Nama band pertama Bellamy dan Howard adalah Gothic Plague, Fixed Penalty, dan setelah itu Rocket Baby Dolls.


Dengan image gothic untuk bersaing dalam petarungan antar band. Dan tak lama setelah itu, mereka mengganti nama menjadi Muse, berpindah dari Teignmouth Nama "Muse" itu terinspirasi oleh guru seni Matthew Bellamy yang menyebutkan kata "Muses". Bellamy kemudian mencarinya di kamus dan memutuskan untuk memendekkannya menjadi "Muse". Ini juga digunakan karena pendek dan mereka merasa terlihat bagus di poster. Anggota band ini terdiri dari tiga orang, yaitu Matthew Bellamy (vokal, gitar, piano, keytar), Chris Wolstenholme (bass, backing vokal, keyboard, gitar) dan Dominic Howard(drum, perkusi). Muse memiliki genre musik yang memadukan rock, rock progresif, musik klasik, dan elektronika.

Setelah beberapa tahun membangun komunitas penggemar, Muse memainkan konser-konser pertama mereka di London dan Manchester. Band ini lalu bertemu dengan Dennis Smith, pemilik perusahaan rekaman Sawmills, yang bermarkas di Cornwall, Inggris. Pertemuan ini akhirnya dilanjutkan dengan rekaman resmi pertama Muse, yaitu E.P. Muse yang menggunakan label Sawmills, Dangerous. Lalu E.P. ke-2 mereka, Muscle Museum, meraih peringkat ke-3 pada tangga lagu indie dan mendapat perhatian dari jurnalis musik Inggris yang berpengaruh, Steve Lamacq, serta majalah musik mingguan Inggris, NME. Dennis Mills lalu membantu membangun perusahaan musik Taste Media, yang dibuat khusus untuk Muse (Muse menggunakan label ini untuk 3 album pertama mereka). Ini merupakan hal yang sangat menguntungkan untuk Muse karena mereka dapat mempertahankan keunikan musik mereka pada awal karier mereka.

Walaupun E.P. ke-2 mereka cukup sukses, banyak perusahaan rekaman Inggris tetap enggan mendukung Muse, dan banyak orang di industri musik menganggap musik Muse terlalu mirip dengan Radiohead sebagaimana halnya band-band baru asal Inggris lain saat itu. Namun, perusahaan Amerika Serikat Maverick Records mempromosikan Muse untuk tampil beberapa kali di Amerika Serikat hingga akhirnya mengontrak mereka pada tanggal 24 Desember 1998. Sepulangnya dari Amerika, Taste Media mendapatkan kontrak untuk Muse di perusahaan-perusahaan rekaman di Eropa dan Australia. John Leckie, yang menjadi produser album untuk Radiohead, Stone Roses, "Weird Al" Yankovic dan The Verve, dijadikan produser album pertama Muse, Showbiz.

Peluncuran album ini diikuti dengan penampilan pendukung pada tur band Foo Fighters dan Red Hot Chili Peppers di Amerika Serikat. Pada tahun 1999 dan 2000, Muse bermain pada beberapa festival musik di Eropa dan Australia, dan mengumpulkan banyak penggemar baru di Eropa Barat. Album ke-2 mereka, Origin of Symmetry, dengan John Leckie sebagai produser, berisikan musik yang lebih berat dan gelap, dengan suara bass yang dalam dan terdistorsi. Muse bereksperimen dengan alat-alat musik yang tidak biasa digunakan, seperti organ gereja, Mellotron, dan peralatan drum tambahan. Muse lebih banyak mengandalkan suara tinggi Bellamy, dengan alunan arpeggio gitar dan permainan piano yang terdengar jelas, yang terinspirasi dari gerakan romantisme khususnya musikus Rusia Sergei Rachmaninoff dan Tchaikovsky.

Beberapa lagu seperti "Space Dementia" memiliki unsur klasik yang lebih kental oleh musik Rachmaninoff. Bellamy juga menyatakan adanya pengaruh dari gitaris ternama Jimi Hendrix dan Tom Morello (gitaris Rage Against The Machine dan Audioslave) dalam melodi gitar pada beberapa lagu terakhir dalam album ini. Terdapat pula daur ulang dari lagu "Feeling Good", yang aslinya dibuat oleh Anthony Newley dan Leslie Bricusse dan dipopulerkan oleh Nina Simone. Penampilan Muse selama promosi album Origin of Symmetry berhasil menarik banyak pengemar dan membangun reputasi Muse sebagai band dengan penampilan live yang luar biasa. Reputasi ini membawa Muse untuk merilis Hullabaloo Soundtrack, DVD yang berisi penampilan mereka di Le Zenith di Paris,Perancis pada tahun 2001. Lalu secara bersamaan, mereka juga merilis album ganda yang berisi B-side dan rekaman dari penampilan di Le Zenith. Album ganda single A-side juga dirilis, dengan dua lagu baru yaitu In Your World dan Dead Star, yang berbeda dengan gaya opera lagu-lagu lain pada Origin of Symmetry. Pada edisi Februari 2006 majalah Q Magazine, album Origin of Symmetry berhasil menempati peringkat ke-74 pada daftar 100 album terbaik sepanjang masa menurut penggemar.



Album ke-3 mereka Absolution (diproduksi oleh Rich Costey) diluncurkan pada tahun 2003 dan debutnya nomor satu di Inggris.

Album ini menghasilkan single pertama yang memasuki sepuluh top hits mereka "Time Is Running Out" dan kemudian dua puluh top hits: "Hysteria", "Sing For Absolution" dan "Butterflies And Hurricanes". Muse kemudian melakukan tur internasional pertama mereka. Ini terus selama sekitar satu tahun dan Muse mengunjungi Australia, Selandia Baru, Amerika Serikat, Kanada, dan Perancis. Sementara itu, band ini merilis enam single ("Stockholm Syndrome", "Time Is Running Out", "Hysteria", "Sing For Absolution", "Butterflies And Hurricanes" dan "Apocalypse Please"). Di AS dari tur 2004 mulai tidak menyenangkan karena Bellamy melukai dirinya sendiri di panggung selama pertunjukan pembukaan di Atlanta. Tur dilanjutkan setelah beberapa jahitan dan beberapa hari istirahat.

Tahun 2003 band menuntut Nestlé, yang menggunakan cover Nina Simone "Feeling Good" pada sebuah iklan untuk Nescafé tanpa izin band. Mereka menyumbangkan uang kompensasi yang didapat dari Nestle sebesar 500.000 poundsterling untuk Oxfam, sebuah yayasan nirlaba yang bergerak di bidang pengentasan kemiskinan. Mereka juga mempunyai DVD yang dirilis oleh band pada 12 Desember 2005, disebut Absolution Tour. Rilis resmi berisi editan Festival Glastonbury 2004 dan sebelumnya cuplikan dari London Earls Court, Wembley Arena, dan Teater Wiltern di Los Angeles. Dua lagu, "Endlessly" dan "Thoughts Of A Dying Atheist", sebagai trek tersembunyi pada DVD yang diambil dari Wembley Arena. Hanya lagu dari Absolution yang tidak muncul di DVD live adalah "Falling Away With You", yang belum pernah dilakukan live sampai saat ini. Absolution mendapatkan sertifikat Emas di AS.

Pada tahun 2006, Muse merilis album keempat mereka, Black Holes & Revelations, diproduksi oleh Muse dan Rich Costey. Judul dan tema album adalah hasil dari daya tarik band dengan fiksi ilmiah dan kemarahan politik. Album ini mencapai No 1 di Inggris, sebagian besar Eropa, dan Australia. Ini juga sukses di Amerika Serikat, mencapai nomor sembilan di chart album Billboard 200. Sebelum merilis album baru, band ini membuat pertunjukan live, yang sempat terhenti ketika sedang merekam, membuat sejumlah penampilan promosi dimulai pada tanggal 13 Mei 2006 di BBC Radio 1's Big Weekend.

Tour Black Holes & Revelations dimulai tepat sebelum mereka merilis album dan awalnya kebanyakan terdiri dari penampilan festival, terutama slot headline di Reading dan Leeds Festival pada bulan Agustus 2006. Jadwal tur utama band dimulai dengan tur di Amerika Utara dari akhir Juli awal Agustus 2006. Setelah terakhir dari festival musim panas, tur Eropa dimulai, termasuk tur arena besar Inggris. Black Holes & Revelations dinominasikan untuk Mercury Music Prize 2006, namun kalah dari Arctic Monkeys. Album itu, memperoleh Penghargaan Platinum Eropa setelah menjual satu juta kopi di benua itu. Pada bulan Agustus 2006, Muse mencatat sesi live di Abbey Road Studios untuk Live from Abbey Road. Pada tanggal 25 September 2008, Bellamy, Howard dan Wolstenholme menerima gelar Honorary Doctorate of Arts dari Universitas Plymouth atas kontribusi mereka terhadap musik

Album kelima Muse The Resistance ini dirilis pada bulan September 2009. Ini adalah album Muse pertama yang dihasilkan sendiri oleh band. Saat rilis, album ini menduduki puncak tangga album di 19 negara, menjadi band nomor album yang ketiga di nomor Inggris, dan mencapai 3 di Billboard 200. Kritik kebanyakan positif mengenai album ini, dengan banyak pujian ditujukan kepada ambisi, pengaruh musik klasik dan tiga belas menit, tiga bagian "Exogenesis: Symphony". Ini juga mengalahkan album sebelumnya Black Holes & Revelations dalam penjualan album relatif dalam minggu debut di Inggris dengan sekitar 148.000 eksemplar terjual. Single pertama "Uprising" dirilis tujuh hari sebelumnya dan telah memenangkan banyak penghargaan.

Pada tahun 2010, Muse dalam sebuah jajak pendapat oleh majalah musik NME untuk daur ulang mereka dari lagu Nina Simone "Feeling Good" sebagai lagu daur ulang terbaik sepanjang masa. Lebih dari 15.000 orang memberikan suara. Pada tanggal 12 September 2010, Muse memenangkan MTV Video Music Awards dalam kategori Best Special Effects, untuk promo untuk "Uprising". Pada tanggal 21 November, Muse membawa pulang American Music Award untuk Favorite Artist di Musik Rock Alternatif Kategori, dalam sebuah upacara di Teater Nokia, Los Angeles.

Pada tanggal 2 Desember, diumumkan bahwa Muse telah dinominasikan untuk tiga penghargaan untuk 53 Grammy Awards: Best Rock Performance By a Duo or Group with Vocals - ("Resistance"); Best Rock Song - ("Resistance"), and Best Rock Album: (The Resistance). Berdasarkan airplay dan penjualan terbesar di AS, singel Muse untuk tahun 2010 dengan "Uprising", "Resistance" dan "Undisclosed Desires" mencapai 1, 6 dan ke-49 di chart akhir tahun. Pada Grammy Awards ke-53 pada 13 Februari 2011, Muse memenangkan Grammy Award untuk Best Rock Album untuk The Resistance. dan Ivor Novello Awards untuk International Achievement.




Biodata / Profil Muse
Personil
Matthew Bellamy – vokal, gitar, piano, keyboard, synthesizer
Christopher Wolstenholme – bass, vokal pendamping, keyboard, synthesizer
Dominic Howard – drum, perkusi

Album
Showbiz
Origin of Symmetry
Hullabaloo Soundtrack (CD/DVD live)
Absolution
Black Holes & Revelations


Read more: http://hamedz.blogspot.com/2012/04/biografi-muse.html#ixzz1wfeEIPXO  
Matthew James Bellamy (lahir di Cambridge, Inggris, 9 Juni 1978)

Adalah vokalis, gitaris, harmonium, komponis serta pianis dari grup musik rock ternama asal Inggris, Muse.
Ia besar di kota Teignmouth di daerah Devon di selatan Inggris.Bellamy dikenal dengan falsetto dan gayanya dalam bermain gitar yg sangat kreatif. Ayahnya (George Bellamy) adalah seorang gitaris dari grup musik Inggris tahun 1950-1960an, The Tornados, yang merupakan grup Inggris pertama yang berhasil menduduki posisi puncak tangga lagu Amerika sebelum The Beatles, dengan singlenya “Telstar”.

Ibunya, Marilyn, adalah seorang pendatang dari Irlandia yg bercerai dengan George pada saat Mathew berumur 13thn, pada saat itulah Matthew pindah ke rumah neneknya yg berada di Teignmouth. Bellamy sangat terpesona dengan teori konspirasi dan kehidupan extraterrestrial atau alien, beberapa lagu muse pun di tafsirkan memiliki teori konspirasi.
Sekarang ia tinggal di Lake como, Italia bersama studio pribadinya.

Christopher Tony Wolstenholme (lahir di Rotherham, Inggris, 2 Desember 1978)

Adalah bassist untuk band rock Inggris Muse. Ia pun biasa menjadi backing vocal untuk beberapa lagu Muse, dan sesekali ia juga memainkan gitar, bukan bass.

Dia juga bermain keyboard pada beberapa kesempatan, tapi jarang dan hanya pada live concerts. Wolstenholme bermain dengan jari-jarinya yang terampil dan bermain cukup cepat (seperti dalam Hysteria, Stockholm Syndrome, Invincible, Starlight dan Uprising) Wolstenholme dibesarkan di Rotherham sebelum pindah ke Teignmouth, Devon.

Pada tahun 1989. Sebelum bergabung dengan Muse ia bermain drum untuk berbagai band punk, sampai Matthew dan Dominic mengundangnya bermain bersama mereka, lalu Wolstenholme berhenti bermain drum dan bergabung dengan mereka sebagai bassist untuk menciptakan Rocket Baby Dolls (yang kemudian berganti nama menjadi Muse) meskipun ia tidak pernah memainkan gitar bass pada waktu itu.

Wolstenholme kini menjadi bassist yang sangat dihormati dalam industri musik, dan dipuji oleh Paul McCartney. Dia saat ini tinggal di Dublin, Irlandia bersama istrinya Kelly dan kelima anak mereka Alfie, Frankie, Ernie, Ava-Jo, dan Buster.

Dominic James Howard (lahir di Stockport, Inggris, 7 Desember 1977)

Adalah drummer grup musik asal Inggris, Muse. Ia lahir di Stockport, tidak jauh dari Manchester. Pada umur 8 tahun ia pindah dengan keluarganya ke Teignmouth, sebuahkota kecil di Devon. Dia bermain hanya satu alat pada Muse yaitu drum.

Dia mulai bermain drum di umur 12thn , ketika ia terinspirasi oleh pertunjukan band jazz di sekolahnya. Di tahun 2004, ayah Dominic, William Howard menonton konser Muse di Glastonbury Festival, sebuah konser yg dianggap Bellamy “the best gig of our live”.Hanya beberapa jam setelah konser usai, ayah Howard meninggal karena serangan jantung. Dan Dominic memutuskan untuk tidak lagi bermain drum untuk Muse. Tapi karena dukungan dari keluarga dan teman bandnya, akhirnya dia mengerti, dan Muse pun kembali melanjutkan Tour sampai sekarang.


read more "Biografi MUSE"



SUEDE FROM SWEDISH

Reuni atau berkumpulnya teman-teman lama setelah berpisah tentunya sangat menggembirakan, begitu juga dengan grup band Suede yang terharu karena bisa menggelar konser reuni.

Setelah perjuangan panjang, band Suede akhirnya bisa mewujudkan impian mereka menggelar konser reuni pertama mereka di London, pada 20 Meret kemarin. Bahkan mereka mengaku terharu acara tersebut bisa terlaksana.
Suede tampil di 100 Club, London dengan formasi personil terakhir mereka, seperti Richard Oakes pada Gitar, Neil Codling pada kibordis, Simon Gilbert pada Drum, Mat Osman (Bass) dan Brett Anderson sebagai vokalis. Dimana pada tahun 2003 mereka menyatakan bubar.
“Yang bisa saya katakan adalah saya suka bermain malam ini. Ini sangat indah. Mari lakukan lagi tujuh tahun mendatang,” ungkap Brett penuh haru di atas pentas, seperti dilansir dari NME.
Sementara, penyanyi hits ‘Beautiful Ones’ itu membawakan sebanyak 19 lagu pada konser tersebut. Bahkan Brett sempat bermain solo saat membawakan lagu ‘Stay Together’ dengan gitar akustik.
Serangkaian jadwal konser Suede lainnya pun telah disiapkan. Pada 24 Maret mendatang mereka akan pentas dalam acara ‘Teenager Cancer Trust’ di Royal Albert Hall, London.

  Suede (or The London Suede in the United States, although they were often called by their original name by fans in that country) were an English rock band of the 1990s and early 2000s that helped start the Britpop musical movement. Through their several incarnations, they were able to consistently put out albums that charted well, while still holding the respect of critics. Though they never achieved great success in North America, they were considered by some to be as big in the UK in the 90s (at least in terms of popularity) as The Smiths were in the 80s, or Roxy Music in the 70s.
                         
Suede were formed in London in 1989 by bassist Mat Osman, singer Brett Anderson and his then girlfriend, Justine Frischmann, on rhythm guitar. They soon added guitarist Bernard Butler – who was recruited through an advertisement in Melody Maker. Along with a drum machine as percussion, Suede were signed to RML Records, a label from Brighton. Comedian Ricky Gervais (who later found fame with The Office) managed the band for a brief period before they were signed to a record label.

With Mike Joyce (formerly of The Smiths) famously filling in as drummer, Suede’s first record “Be My God”/”Art”, was printed but never released due to a dispute with the label. The few surviving records out of a batch of 2000 are considered amongst the rarest of Suede collectibles. Simon Gilbert soon replaced the drum machine and Suede signed to Nude Records. Though still living with Anderson, Frischmann was ejected from the band around this time because of her failure to attend rehearsals while flaunting her new relationship with Damon Albarn of Blur.

The band’s first single “The Drowners” was released amid a media frenzy that began before Suede had released any actual music. The band was on the cover of Melody Maker, which proclaimed them as “the best new band in Britain” prior to any official release. The debut single created an enormous amount of excitement because of its sharp contrast to the dying Madchester scene and the grunge sound of the time. Suede were further distinguished from their contemporaries by Anderson’s flamboyant looks and noticeably unique vocals, combined with Butler’s melodic guitar playing.

Surprisingly given the amount of press exposure the band had received, “The Drowners” - featuring two strong b-sides in “My Insatiable One” (later famously covered by Morrissey in concerts) and “To The Birds” - was only a moderate hit. Success would only come with the follow-up singles “Metal Mickey” (written about Daisy Chainsaw/QueenAdreena frontwoman Katiejane Garside) and “Animal Nitrate”, both of which reached the UK Top 20 on release a few months later.

Their first album Suede became the fastest selling debut since Frankie Goes to Hollywood’s Welcome To the Pleasuredome and was catapulted onto the charts after a breakthrough performance on the 1993 BRIT Awards. Featuring heavily-layered production by Ed Buller, the album showed influences from The Smiths, David Bowie, and many other glam rockers, but managed to filter and blend them together, creating its own trademark sound. However, the fan hysteria that surrounded Suede in Britain would be shortlived, and never duplicated by the American public.

Their American success was limited, despite securing a tour slot with the Cranberries, who had support from MTV. Moreover, a lounge singer’s lawsuit forced the band to stop using the trademarked American name “Suede” (a fate also suffered by fellow UK band The Charlatans/The Charlatans UK). For the North American market, the band would release all of their future albums under the moniker The London Suede.

Some possible factors cited to explain the band’s lack of U.S. success are their quasi-androgynous look and distinct British sound, both of which might have alienated North American audiences. Despite this, the band retained a cult following in the U.S. Following the release of their debut album, the band began work on their highly anticipated follow up single and album in late 1993 and much of 1994. The hectic schedule the band was facing hinted the problems that were soon to come.

In February of 1994, the band released the single “Stay Together”, which as well as being a massive critical success, also became their highest charting at the time, reaching number three. Despite their growing profile, tensions within the band mounted as they began working on the second album. Anderson and Butler fought constantly; a major issue was the production of the album (again done by Ed Buller). Things reached a head when Bernard Butler quit the band altogether in the middle of the recording sessions, leaving behind tapes containing his ideas for the songs that had been written. The remainder of the guitar work on the album was reputedly completed (depending on the source) either by studio musicians or Brett Anderson himself.

When Dog Man Star (1994) finally appeared, its sales were generally sluggish, though the album was critically acclaimed. The record was vastly different sounding than the band’s debut. It featured a large sound, backed by strings and a horn section in much of it. The year that Blur’s Parklife and Oasis’ Definitely Maybe were fighting for pop supremacy, Suede explored darker territory with Dog Man Star. Their image, however, was tainted by the departure of Butler, as they searched for someone to fill his undeniably large shoes.

The vacancy was soon filled by 17 year-old guitarist Richard Oakes (initially nicknamed by the UK music press as “Little Dickie”) before an international tour to promote the album. Many critics and fans alike had their doubts about the ability of the band to move on without Bernard Butler, who was an integral part of the band’s songwriting. However, the band broadened their sound when they were joined by keyboardist and backing vocalist Neil Codling in the making of their third album, Coming Up (1996). This would be the album which gained the group their most mainstream success. The first single from the album, “Trash” was immensely popular and tied with “Stay Together” as the group’s highest charting UK single, reaching number 3.

The album was a hit throughout Europe, Asia and Canada, but still not in the U.S. It did, however, answer those who questioned whether Anderson and company could produce another hit without Butler. Suede had again changed sound drastically; Coming Up featured more of a glam tinted pop/rock sound, as opposed to the darker elements that the previous albums had showcased. Reviews were again mixed, but the album topped the UK chart and became the band’s biggest-selling release. The band was finally getting the mass video and radio play that they lacked during the Dog Man Star period and in many ways fulfilling the hype that characterized much of the early part of their career. The album brought the band five straight top 10 singles, a remarkable feat by any standards.

The band’s next venture was a collection of b-sides and rarities entitled Sci-Fi Lullabies, which charted well for such a compilation, reaching #9 on the UK chart. The band were well respected for their b-sides, which were often regarded by critics and fans as being equal to or exceeding the quality of the a-sides they backed.

By the time the compilation was released in 1997, though, the Britpop movement was noticeably waning in popularity, and the band had decided to split with long-time producer Ed Buller before commencing work on their follow up to Coming Up.

Despite being backed by the popular lead single “Electricity”, Suede’s fourth album, Head Music (1999) was something of a critical disappointment, though it once again took the band to number one on the album charts. A synth-infused album that focused less on guitar riffs and more on keyboards, it was produced by Steve Osborne, who had worked with Happy Mondays and New Order. Critical opinion was sharply divided; many felt the record was too shallow and lacking in substance, while others thought the album was the group again taking a different direction and charting new territory.

The next three singles released from the album failed to crack the top 10, breaking a run stretching back to 1995’s “New Generation”. The b-sides for the singles were also arguably not up to par with their usual standard, which hinted at the drying up of the creative well. Anderson also began being criticized more by fans for his often use of redundant vocabulary and limited lyrical themes. Despite this, even with their drop in mainstream popularity, the band still maintained a large core group of fans.

Not long after the release of Head Music, Nude Records effectively ceased to exist. Like many of their labelmates, Suede ended up signing to Nude’s parent company/distributor Sony to record their fifth album, A New Morning (2002). The long and troubled gestation of the album saw keyboardist Neil Codling leave the band, citing chronic fatigue syndrome, to be replaced by long-time band associate Alex Lee, formerly of Strangelove.

In concerts, Lee played second guitar, as well as keyboards, backing vocals and, at one point, harmonica. The album title, according to Anderson, referred to “a fresh start, a new band and a new fresh outlook” - the singer had reportedly been addicted to heroin and crack cocaine for a number of years by this time, which was having an increasingly deleterious effect on his health. He was quoted at the time as saying “we’ve all cleaned up our drug problems …which is nice.”

Despite the rejuvenation of the group’s health, the album was a commercial disappointment and failed to crack the top 20. Produced by “big name” Britpop producers John Leckie (who famously produced The Stone Roses’ debut LP, as well as records for Radiohead and Muse) and Stephen Street (most famous for his work with The Smiths and Blur), A New Morning was considered a solid enough outing by fans of the band, but critical reaction was decidedly lukewarm and the mainstream public interest had long disappeared. Only two singles, “Positivity” and “Obsessions,” were released from the album, the fewest singles taken from any of the band’s albums, and neither charted particularly well.

In Autumn 2003, after the release of their Singles compilation album and accompanying single “Attitude”, Suede played five nights at London’s Institute of Contemporary Arts, dedicating each night to one of their five albums and playing through an entire album a night – with B-sides and rarities as encores – in chronological order. After these shows, the band announced there would be no more projects under the Suede name for the foreseeable future – effectively announcing the end of the band.

Their last concert at London’s Astoria on December 13, 2003 was a two-and-a-half hour marathon show, split into two parts (plus encore) with the first part being “songs we want to play”. Brett made an announcement that “there will be another Suede album” to everyone’s delight, but added “…but not yet”. “See you in the next life” was their closing remark.

Following persistent rumours, the boss of the band’s former label, Nude Records’ Saul Galpern officially announced on 15 January 2010 that Suede would be playing together again. “It’s [for] a one-off gig,” he explained of the show, which featured the band’s second incarnation. The band played London’s Royal Albert Hall as part of the 2010 Teenage Cancer Trust shows on 24 March 2010. 
Despite the gig initially being billed as a one night only reformation, when questioned on German radio station MotorFM in early February, Anderson refused to confirm that the band wouldn’t continue. 


The band subsequently announced two UK ‘warm up’ gigs prior to the Royal Albert Hall show, at the 100 Club in London and the Ritz in Manchester. The trio of gigs were very well-received by critics, including a glowing two-page review in the NME.


Appearances at the Smukfest festival in Denmark on 7 August, Parkenfestivalen in Bodø, Norway on 21 August, the O2 Arena in London on 7 December and a mini European tour covering Belgium, France, Sweden, the Netherlands and Germany have since been confirmed. Although the band have so far refused all media request for interviews and it is unconfirmed whether the band will work on new material together, it has been reported in the press that a new record deal with Warner Music Group is on the table.

On 22 September 2010 the band has announced a new compilation album The Best of Suede, to be released on 1st November.
                     
read more "Biografi SUEDE"







Naif adalah grup musik Indonesia yang berdiri pada tanggal 22 Oktober 1995 di Jakarta. Awalnya Naif terdiri dari Emil (Mohammad Amil Hussein, bass), David (David Bayu Danang Jaya, vokal), Jarwo (Fajar Endra Taruna, gitar), dan Pepeng (Franki Indrasmoro Sumbodo, drum) serta Chandra (keyboard). Tahun 2003, Candra keluar karena ingin mengembangkan karier sesuai bidang akademisnya.

Band ini terbentuk karena seringnya beberapa mahasiswa IKJ kumpul-kumpul untuk mengerjakan tugas kuliah. Bukannya mengerjakan tugas, mereka malah latihan band.

Dengan posisi David pada vokal, Jarwo pada gitar, Chandra pada keyboard, Emil pada bass dan Pepeng pada drum, mereka mulai aktif mengisi acara acara di kampus IKJ. Nama Naif didapat dari pendapat teman mereka, Dodot, yang menilai lagu-lagu mereka terdengar begitu sederhana, namun tetap berisi dan terdengar harmonis. Selain itu, kata Naif pun mudah diingat.

Pada tahun 1996, Naif menawarkan demo kaset yang telah mereka buat sebelumnya kepada Bulletin (PT. Indo Semar Sakti) yang berencana akan merilis sebuah album kompilasi. Bukannya berhasil masuk dalm labum kompilasi, perusahaan rekaman tersebut malah menawarkan untuk membuatkan album rekaman sendiri untuk Naif.

Naif akhirnya masuk dapur rekaman dan berhasil menelurkan debut album NAIF (1998) dengan Mobil Balap sebagai tembang jagoannya. Pada tahun yang sama, mereka mengeluarkan album kedua, JANGAN TERLALU NAIF (1998), disusul album ketiga TITIK CERAH (2002).

Pada tahun 2003, Chandra keluar. Namun Naif berusaha untuk tetap bertahan. Naif kemudian mengeluarkan album THE BEST (2005), RETROPOLIS (2005), dan yang terbaru adalah TELEVISI (2007) dengan lagu andalan Dimana Aku Disini.

Kurang dari setahun setelah album terakhir, Naif mengeluarkan album inovatif berjudul LET'S GO. Yang menarik, album ini merupakan kumpulan lagu-lagu yang baru direkam, lagu-lagu lama yang direkam ulang dan lagu-lagu yang sudah lama direkam tapi belum sempat dilepas.

Yang membuat album ini unik adalah keberanian Naif mendistribusikan album ini secara gratis lewat majalah Rolling Stone sebagai bentuk protes pembajakan.

Selain kiprah di bidang musik, Naif mulai merambah bidang tulis-menulis dengan menerbitkan buku Kenapa Kuda Lumping Makan Beling? Dan 61 Pertanyaan Ngaco Lainnya Dijawab oleh Naif.

Tak mau menunggu lama, Naif kembali merilis album teranyar, A NIGHT AT SCHOUWBURG yang bertepatan pada ulang tahun Naif ke-13, Oktober 2008. Inovasi tak henti dilakukan oleh Naif. Demi mengurangi pembajakan, album kali ini dijual dalam format Double CD, dan pembeli juga akan mendapatkan t-shirt, pin dan merchandise ekslusif, dan yang uniknya lagi album ini dicetak terbatas hanya 500 kopi dengan nomor seri.

Saat ini, personil Naif sedang sibuk mempersiapkan album terbaru mereka, yang akan dirilis pada tahun 2009 dengan titel PLANET CINTA.



alah grup musik Indonesia pop yang terbentuk pada tanggal 22 Oktober 1995 di Jakarta dan terdiri dari "David" Bayu Danang Jaya (vokal), Mohammad "Emil" Amil Hussein (bass, kibor, vokal), Fajar "Jarwo" Endra Taruna / Mr. J (gitar, vokal), Franki "Pepeng" Indrasmoro Sumbodo (drum, perkusi, vokal).

Berawal pada sebuah kampus seni di Jakarta, tepatnya di Cikini Raya 73, kampus Institut Kesenian Jakarta (IKJ), NAIF terbentuk. Kisah dimulai ketika beberapa orang mahasiswa tingkat satu dari kelas pendidikan dasar seni rupa kerap kali sering menginap di rumah teman mereka secara bergiliran. Tujuan awal hanyalah untuk mengerjakan tugas kuliah bersama. Tapi ujung-ujungnya yang terjadi malah mereka sering kongkow-kongkow sambil bermain gitar, bernyanyi-nyanyi semalam suntuk, sampai kadang-kadang malah lupa mengerjakan tugas karena tertidur. Siapa sangka semua itu akan menjadi sebuah awal karier mereka di blantika musik Indonesia.


Suatu saat di pertengahan tahun 1995, David, Pepeng dan Jarwo bermalam di rumah seorang teman, yang tak lain adalah Shendy (kini bassis band Rumah Sakit). Seperti biasa awalnya hanya untuk mengerjakan tugas kuliah, dan ujungnya seperti biasa yang telah disebutkan tadi. Di malam itu pula mereka tiba-tiba membuat sebuah lagu, terinspirasi dari sebuah konser akustik Nirvana yang mereka saksikan di MTV sebelumnya. Lagu tersebut akhirnya mereka beri judul Jauh (Naif, debut album)

Pada saat berikutnya keisengan mereka ternyata berkembang dengan seringnya mereka menyewa studio untuk latihan band dan menyanyikan lagu lagu buatan mereka sebagai sisipan. Di saat inilah formasi mulai mengalami pergantian, hanya tiga orang saja yang dari awal bertahan, yaitu Jarwo, David dan Pepeng.

Hingga suatu saat Chandra datang mengisi kekosongan disusul Emil. Mereka berlima masing masing memang memiliki pengalaman pernah tergabung dalam suatu band. Bahkan sebelum formasi ini terbentuk mereka secara terpisah pernah nge-jam pula, seperti contohnya David pernah tergabung dalam satu band bersama Emil tanpa Jarwo dan lainnya, dan selanjutnya seperti ditukar-tukar saja.

Dengan posisi David pada vokal, Jarwo pada gitar, Chandra pada keyboard, Emil pada bass dan Pepeng pada drum, mereka mulai aktif mengisi acara acara kampus IKJ. Lagu lagu ciptaan sendiri lainnyapun menyusul, seperti Benci Libur, Piknik '72, dan lain lain. Sedangkan nama Naif didapat dari pendapat seorang teman bernama Dodot yang menilai lagu lagu mereka terdengar begitu sederhana, namun tetap berisi dan terdengar harmonis. Selain itu kata Naif pun mudah diingat.

Suatu saat di tahun 1996 Naif mendapat kabar dari seorang teman bahwa sebuah perusahaan rekaman berlabel Bulletin (PT. Indo Semar Sakti) berencana akan merilis sebuah album kompilasi. Karena tertarik atas proyek tersebut maka mereka menawarkan demo kaset yang telah mereka buat sebelumnya kepada perusahaan rekaman tersebut. Tanpa diduga ternyata sang produser tak memasukkan Naif dalam proyek kompilasi tersebut, tapi justru berniat membuatkan album rekaman sendiri untuk Naif. Tentu saja hal itu disambut hangat oleh Naif, dan setelah melalui berbagai prosedur tertentu Naif akhirnya masuk dapur rekaman dan berhasil menelurkan debut album Naif dengan Mobil Balap sebagai tembang jagoannya.

Naif tak pernah mengklaim diri mereka bahwa adalah band dengan aliran ini atau itu, terserah apa kata penikmat musik mereka tentang jenis musik yang mereka usung. Mereka sangat tidak suka mengkotak-kotakkan musik, karena bagi mereka pada dasarnya semua jenis musik adalah sama, yaitu sebuah media hiburan berupa kumpulan sejumlah nada yang dapat dinikmati oleh semua lapisan masyarakat. Hanya ujungnya tergantung pada selera masing-masing individu yang mendengarkan musik tersebut. yang jelas mereka menawarkan alternatif warna yang beda dari segi sound yang dipilih. Mereka suka mengulik sound-sound vintage dari masing-masing instrumen mereka, yang dipadukan dengan nada vokal dari David, juga beberapa tambahan aransemen lain seperti harmonisasi choir dan sebagainya. Dan itulah yang menjadi ciri musik mereka. Itu karena kebetulan mereka menyukai musik musik lama yang kemudian berpengaruh terhadap musik yang mereka buat. Walau demikian tak menutup kemungkinan musik mereka akan mengalir mengikuti zaman tetapi tetap mempertahankan ciri mereka, karena bagaimanapun mereka tetaplah anak anak modern, yang hidup dan bersosialisasi di zaman modern pula.

Bukan maksud melucu bila dalam aksi panggung Naif David sang vokalis mengeluarkan jurus-jurus saktinya yang kerap membuat penonton terpingkal-pingkal. Itu memang sudah menjadi sifatnya sehari-hari, yang kemudian ia bawa ke atas panggung sebagai media interaksi terhadap penonton. Namun tetap, mereka berlima serius dalam bermusik dan membuat lagu. Hanya saja, menurut mereka, konsep musik dan hiburan yang mereka tawarkan di setiap penampilan NAIF masih tergolong beda dari semua yang ada di Indonesia, sehingga mereka sering dianggap lucu atau unik.
Intinya, mereka juga ingin menunjukkan, bahwa dibalik segala hal dalam musik Naif terdapat suatu usaha yang serius untuk menghasilkan sebuah karya yang idealis. Idealis ala Naif.

Setelah sewindu penuh NAIF berkiprah di entertainment, tanggal 18 November 2003 Chandra memutuskan untuk mengundurkan diri dari band tersebut. Alasan pengunduran diri Chandra adalah karena dia ingin meneruskan kariernya di dunia yang sesuai dengan pendidikan akademisnya, desain grafis.

Keluarnya Chandra sempat membuat keempat rekannya terpukul, namun itu tak berlangsung lama. Kini grup musik Naif tampil dengan empat personilnya: David, Emil, Jarwo dan Pepeng. Mereka bertekad untuk tetap meneruskan pergelutan mereka di blantika musik Indonesia dengan keNAIFan mereka. Pada tahun 2008 label rekaman mereka bersama Pustaka Lebah mendirikan label rekaman mereka sendiri, yaitu Electrified Records dan merilis sebuah buku / album musik untuk anak-anak bertajuk "Bonbinben".






Diskografi

  • Naif (1998) - Bulletin Records
  • Jangan Terlalu Naif (2000) - Bulletin Records
  • Titik Cerah (2002) - Bulletin Records
  • The Best (2005) - Bulletin Records
  • Retropolis (2005) - Bulletin Records
  • Televisi (2007) - EMI Music Indonesia
  • Let's Go! (2008) - EMI Music Indonesia
  • Bonbinben (2008) - Electrified Records
  • A Night At Schouwburg (2008) - Electrified Records
  • Planet Cinta (2011) - Catz Records

read more "Biografi Naif"

Jumat, 01 Juni 2012


                          



                                


                                The Cure dibentuk di Sussex sekitar tahun 1976 oleh Robert Smith (vokal/ gitar), Michael Dempsey (bas), dan Laurence ‘Lol’ Tolhurst (drum). The Cure yang awalnya bernama Easy Cure ini baru mengeluarkan album pada tahun 1979 dengan judul THREE IMAGINARY BOYS yang mendapat acungan jempol oleh banyak kritikus musik Inggris.
The Cure yang meramu Punk Rock, Gothic, dan New Wave pun mulai memasukkan bunyi keyboard pada album kedua mereka yang berjudul SEVENTEEN SECONDS. Posisi keyboardist diisi oleh Mathieu Hartley. Keputusan ini menambah kaya musik The Cure yang mulai banyak dipuji oleh kalangan pers musik Inggris.
Walaupun sudah mengeluarkan 7 album, namun popularitas The Cure di Amerika baru melonjak setalah album DISINTEGRATION yang dilepas tahun 1989. Album ini berhasil masuk 12 besar U.S Charts dan berhasil meraih platinum album.
Musik The Cure sendiri cenderung berwarna suram dengan lirik-lirik yang bernuansa keputus-asaan. Gaya vokal Robert Smith yang mirip tercekik dengan dandanan khasnya akhirnya menjadi trade mark The Cure sampai sekarang.
Setelah berganti-ganti formasi, The Cure terakhir tercatat dengan susunan Robert Smith, Porl Thompson, Simon Gallup, dan Jason Cooper dan berencana merilis album ke-13 mereka tahun 2008 ini.
Godfather band Inggris The Cure ini cukup banyak mempengaruhi jagad permusikan rock. Nggak heran kalo hingga hari ini cukup banyak grup band yang menjadikan The Cure sebagai panutan (termasuk gue). Dengan tampang kaya drakula kena anemia ini ternyata makin tua malah tetep aja seger buger oom satu ini (kali karena konsumsinya darah perawan ya?) Meski pucet drakula gitu, Robert tergolong musisi bersih dari drugs (paling beer ama anggur doang). Gitaris yang lebih nonjolin nyanyi pake suara-suara datar dan irit chord (cenderung diulang-ulang) dan gitar dengan sound string ini termasuk panutan tradisi gaya ngegitar post-punk sedunia.






Jauh sebelum jadi bos di Cure, ni orang maen sama icon band goth-punk lain yaitu Siouxsie and the Banshees (selain di the Glove). Di Banshees, Robert main bareng Steve Severin, disini doi masih make gitar Ovation Breadwinner dan flanger tua merk MXR yang saking berisik dan jeleknya, doi pernah sumpah-sumpah nggak mo make alat itu lagi. Tapi akhirnya tetep aja doi minjem flanger punya si John McGeoch (gitaris pertama band ini yang juga pernah main di Magazine, Visage dan P.I.L. ? grup band anak-anak jebolan Sex Pistols). Beberapa tahun kemudian, dia nyoba buat eksplorasi semua distorsi quasi-metal ke gitar string nilon, setelah itu penyesuaian karakter vokalnya yang emang unik dan khas itu, jadinya malah klop abis dan nggak ada yang bisa nyamain.
Dengan senjata gitar tua merk National, Fender Jazzmaster warna putih dan Gibson Chet Atkins warna merah ini, si Robert bersama The Cure malang melintang dari panggung ke panggung lainnya. Gitar Gibson punya Robert ini termasuk gitar edisi terbatas yg diproduksi nggak lebih dari 5 biji, suaranya khas berat tapi hangat khas suara gitar akustik tapi tetep aja bukan suara gitar akustik (kalo nggak percaya sono tanyain ama anak2x Pure Saturday, gimana repotnya ngulik sound kaya gini).
Tapi, selain suara dan kord apa sih yang bikin Robert khas dibanding pemusik lain? Nggak lain dan nggak bukan, ya si Robert ini suka banget ngasih sentuhan jiwa ke lagu-lagunya sehingga audience yang nguping langsung in sama emosi musiknya. Contohnya aja dilagu The 13th, Club America dan Treasure, ni orang sampe begadang dua hari supaya bisa munculin suara bisikan cewek yang mati (hehe? gimana ya?).
Selain Gitar Gibson merah-nya si Robert milih ampli Ampeg combo, Marshall Bluesbreaker dan Vox AC30. Dan gila-nya buat bikin suara wah-wah (dia make wah-wah tua merk Crybaby) di lagu Club America, si Robert ngulik sampe 8 jam buat bikin suara wah-wah-nya jadi khas. Dari jam 10 malem sampe jam 6 pagi baru dah ketemu soundnya plus didukung oleh tiga botol anggur putih dari Australia. Soundnya emang khas tapi berhubung buat tuningnya kelamaan akhirnya doi make Peavey tiap kali manggung.
Separoh Abad Yang Terlewati
Robert Smith mulai mengibarkan cikal The Cure tahun 1976 saat ia tampil di St Wilfrids Comprehensive, di Crawley, Sussex, Inggris. Bersama teman sekolahnya, Michael Dempsey (bas), Lol Tolhurst (dram) Porl Thompson (gitar), Robert yang saat itu masih 17 tahun mengusung nama The Easy Cure. Robert sendiri jadi vokalis sekaligus gitaris di band tersebut.
Dari situ, keempat musisi muda ini lalu mulai nulis lagu sendiri dan merekamnya ke dalam bentuk demo. Dua karya mereka, Killing an Arab dan 10:15 Saturday Night yang diedarkan oleh sebuah perusahaan label kecil tapi ajaib, Small Wonder Records tahun 1978 cukup bikin gebrakan mereka dilirik oleh para penikmat musik. Di tahun yang sama, mereka menyederhanakan nama The Easy Cure menjadi The Cure. Di awal-awal itu si Robert masih ngandalin gitar tua National-nya.
Setahun setelah itu, single mereka, Boys Dont Cry mendapat sambutan yang positif. Menurut pengamat musik saat itu, musik yang diusung The Cure banyak mengadopsi beat British pertengahan 60-an yang diperkaya oleh warna vokal Robert yang unik. Sejak itu, karir The Cure mulai memperlihatkan titik terang. Apalagi setelah terjadi perubahan dan penambahan personel dengan masuknya Simon Gallup menggantikan Dempsey dan Mathieu Hartley (kibor).
Terbukti, musim semi 1980, The Cure berhasil masuk di jajaran Top 40 Inggris untuk pertama kalinya lewat single A Forest. Sementara album keduanya, 17 Seconds, mampu nangkring di Top 20, disini si Robert make ampli merk WEM Clubman, Gitar Jazzmaster putih-nya dan Roland Jazz Chorus 120 Amp. Kesuksesan yang sama juga dirasakan oleh para personel The Cure saat ngelepas album Pornography yang menempatkan mereka sebagai pendatang baru yang patut diperhitungkan di Inggris. Pas album ini si Robert make efek overdrive dan distorsi merk Storm dan Fender Bass VI setelah itu Fender Precision Bass enam senar.
Seperti mengikuti pepatah makin tinggi pohon makin kenceng angin bertiup, karir yang mulai membaik nggak sinkron ama kondisi di tubuh band tersebut. Buntutnya, Mathieu cabut beberapa bulan sebelum pemecatan Simon. Posisi keduanya lantas diisi oleh Phil Thornalley dan Steve Goulding. Pada saat itu, Robert sendiri sempat membantu grup Siouxsie and The Banshees, ngganti-in John McGeogh untuk sementara waktu. Tapi susunan personel itu nggak tahan lama.
The Cure yang akhirnya banyak mencatat single di tangga lagu Inggris macam The Love Cats, Why Cant I Be You?, Catch, Friday Im In Love dan Just Like Heaven sebelum merilis album Wish, sempat masukin Simon kembali di samping Perry Bamonte (kibor, gitar), Porl Thompson (gitar) dan Boris Williams (dram). Menjelang penggarapan album Wild Mood Swings, Mei 1996, The Cure diperkuat oleh Robert Smith, Perry Bamonte, Simon Gallup, Jason Cooper (dram) dan Roger ODonnell (kibor).
Desember 2002, usia perjalanan karir The Cure lewat dari 25 tahun. Selama kurun waktu tersebut, The Cure udah tinggal leyeh-leyeh menikmati kesuksesan yang melimpah dari penjualan album yang sudah lewat angka 27 juta keping di seluruh dunia. Makanya bagi Elektra Records, perusahaan rekaman tempat The Cure bernaung, prestasi itu patut dirayakan. Sebuah album Greatest Hits yang menyuguhkan 18 lagu terbaik mereka pun diluncurkan 13 November 2001.
Tapi benarkah album yang antara lain berisi lagu Boys Dont Cry, A Forest, The Lovecats, Close To Me, Just Like Heaven, Never Enough, Friday Im In Love dan Wrong Number ini merupakan kumpulan lagu terbaik The Cure? Bagi Robert Smith, album tersebut belom mencerminkan apa yang terbaik bagi The Cure.
Komposer, pencipta lagu, gitaris, kibordis sekaligus vokalis The Cure kelahiran 21 April 1959 ini menyebut dua lagu yaitu Lets Go To Bed dan The Walk sebagai karya yang sebenarnya nggak layak masuk di album tersebut. “Keduanya merupakan lagu yang paling jelek di album itu. Soalnya sound keduanya hanya mewakili zamannya. Saya pikir, semuanya harus bisa mewakili dalam kurun waktu 20 tahun terakhir,” tutur Robert kepada Launch.com.





Wajar aja jika Robert kurang puas dengan peluncuran album Greatest Hits ini. Sebab alasannya, pihak perusahaan rekaman lebih mikirin sisi bisnis aja dibanding unsur seninya. Lagian album tersebut diproduksi bukan atas permintaan The Cure. Jadi bagi Robert, seharusnya, Greatest Hits ini nggak dikeluarkan tahun 2001 lalu. Album kaya gini seharusnya diproduksi saat The Cure udah bubar. “Sekarang, kami kan sama sekali belon pensiun,” ujarnya menegaskan.
Meski gitu, demi penggemarnya, Robert nggak anti-anti amat ama proyek perilisan Greatest Hits ini. Karna gimana-gimana juga ia harus tetap ngejaga reputasi The Cure. Buktinya, di album tersebut, ia rela repot nggarap dua lagu baru dan satu lagu akustik (khusus untuk CD) untuk memperkaya materi yang udah ada. “Saya nggak akan membiarkan album tersebut dirilis begitu saja tanpa arti. Dengan masukin beberapa lagu baru, saya juga ingin album ini menjadi sesuatu yang bisa saya banggakan,” kata Robert meyakinkan.
Kini setelah melewati perjalanan karir selama lebih dari 26 tahun, Robert ngerasa sangat bersyukur masih bisa mempertahankan The Cure hingga saat ini. Kendati ia merasa semakin tua, tapi Robert justru merasakan makin menikmati profesinya ini. “Saya pernah nyoba ngerjain hal lain, tapi saya nggak pernah bisa puas,” ucapnya optimistis.

 Through more than 20 extravagant years and 20 extraordinary albums The Cure have done it all in their own unmistakable way. Free, independent, wilful, unconfined, the band have spent most of their career creating and exploring in the strange places where the worlds of mainstream and alternative collide. They have developed a range of uniquely distinctive sounds and styles, and in the process created as great a body of contemporary music as you could wish to hear.

With over 27 million albums sold, The Cure's achievements on every level have been incredible. Yet whereas even the most creative of bands both past and present have invariably completed their best work during 'the early years', The Cure have continued to flourish and grow with every release, continually adding new, unusual and essential chapters to their improbable story.

As the band move into their 3rd decade, they present what is undoubtedly their most powerful work to date, their 13th studio album 'Bloodflowers'. Exhibiting a coherency, intensity and emotional depth that is at times breathtaking, 'Bloodflowers' embodies all that The Cure do best. It is the band at the height of it's powers, and the now 5 year-old line up has developed into what is unquestionably the strongest ever; Cure mastermind Robert Smith (voice, guitar), Simon Gallup (bass), Perry Bamonte (guitar), Roger O'Donnell (keyboards) and Jason Cooper (drums).

The album has been co-produced by Robert and Paul Corkett, and is intended as the final part of a trilogy that began with the release in 1982 of the album 'Pornography', and that continued on with the release in 1989 of the album 'Disintegration'. Moving from wistful nostalgia through unguarded introspection, to impotent rage through helpless despair, 'Bloodflowers' is in essence an attempt at resolution. Performed with a musical sensibility that is truly moving, the emotional and lyrical clarity combine to make the listener uncomfortably aware that this could indeed be the oft threatened 'last ever' Cure album...

...It all started in 1976 when Robert, a 17 year old attending St Wilfrid's Comprehensive in Crawley, Sussex, formed The Easy Cure with schoolmates Michael Dempsey (bass), Lol Tolhurst (drums) and local guitar hero Porl Thompson. The 4-piece began writing and demoing their own songs almost immediately, and quickly amassed an impressive repertoire of original material that included such seminal classics as 'Killing an Arab' and '10:15 Saturday Night'.

By early 1977 the fledgling group had won a nationwide 'Battle of the Bands' style competition held by German-owned major label Ariola-Hansa that would have led to the release of a debut single and album but for the doomed nature of the relationship -Hansa saw The Easy Cure as a 'fresh faced' and malleable pop group - but even at this relatively young age, a headstrong Robert had other ideas... Within one unsatisfactory year the two parties had parted company with nothing having been released.

Frustrated but undeterred, in 1978 the 'Easy' was dropped, along with Porl, and an eager trio now known simply as The Cure sent out a demo tape of 4 songs to a number of record labels. A keen response from Polydor A&R man Chris Parry was quickly followed up, and The Cure signed with his new Fiction label that September; it was to prove a lasting partnership - they have been together ever since. Work began immediately on their first single and album, with debut engineer Mike Hedges, and 'Killing An Arab' was released to great acclaim through a deal with 'Small Wonder' records in December.

Re-released on Fiction in January 1979, it was quickly followed by the album 'Three Imaginary Boys', and the strangely beguiling mix of peculiarly obscure imagery and sparsely angular music caused a great deal of controversy and comment. The album kick-started an extensive UK touring period, during which The Cure played with various other emergent bands of the time such as Wire, Joy Division and The Jam. A further two non-album singles, 'Boy's Don't Cry' and 'Jumping Someone Else's Train' were released, as well as a couple of 'sideline recordings' with 'The Obtainers' and 'Cult Hero'. 'Boys Don't Cry', the single, was a minor success in the USA, and led to 'Three Imaginary Boys' being re-tuned and re-named 'Boys Don't Cry'.

This period also saw the development of a long standing affiliation between The Cure and Siouxsie and The Banshees, as within two dates of their support slot on the Banshee's UK tour in late 1979, Robert found himself playing two sets a night, having stepped into the breach for departed guitarist John McKay. At the end of this incredibly hectic period, subtle but irresolvable differences within the band led to the quiet departure of Michael Dempsey.

Simon Gallup (bass) and Matthieu Hartley (keyboards) joined, and in early 1980 the 4-piece Cure embarked on two weeks of studio experimentation. This time with Mike Hedges co-producing, the band decided to explore the darker side of Robert's songwriting, and emerged with the minimalist classic 'Seventeen Seconds'. An album of extraordinary clarity and grace, the distinctive, almost cinematic 'A Forest' became the band's first bona fide UK hit single, and a Top Of The Pops appearance followed. With 'Seventeen Seconds' climbing to #20 in the UK album charts, The Cure set out on an extensive and exhilarating world tour of Europe, the USA and Australasia. Unfortunately, the strains of a frantic year proved too much for Matthieu Hartley, and he was forced to leave the band.

A trio once more, in the spring of 1981 The Cure, again with Mike Hedges co-producing, recorded 'Faith', a mournful, atmospheric album of bleak and barren soundscapes evoking a world of dissolution and fear. The band also finished an instrumental soundtrack for their 'tour support' film 'Carnage Visors'. 'Faith' reached #14 in the UK album charts, and spawned another successful single, the abrasively insistent 'Primary'. The global 'Picture Tour' that followed was an intense experience for all, and by the time the hauntingly beautiful non-album single 'Charlotte Sometimes' was released in October, the band were due a break.

But a break was not on the agenda. Instead, at the start of 1982 The Cure returned to the studio to produce an album, in tandem with Phil Thornalley, that was to be the culmination of their increasingly morbid fascination with darkness, despair and decay. 'Pornography', released in May, was infected with an unrelenting black nihilism, and rather ironically became the first Cure album to break into the UK Top 10 at #9. The 'Fourteen Explicit Moments' tour however, saw the band becoming increasingly more volatile and violent, and by the time 'The Hanging Garden' was released as a single, Simon Gallup had left.

Having pushed himself and those around him beyond the limits of excess, Robert realised it was make or break time, and that the only way to distance himself from all that the group had become was to 'lighten up' again. This he did with the counterfeit cheesy disco of 'Let's Go To Bed', an instant if unexpected pop hit in America! The Cure line-up was still in some disarray - the single was recorded with Wreckless Eric drummer Steve Goulding, Lol Tolhurst having moved onto keyboards - but another key Cure partnership was forged in the making of the accompanying promotional video, and the colourful collaboration with Tim Pope was another relationship that would stand the test of time.

The Cure continued to redefine themselves in 1983 with the groovy electronic dance of 'The Walk' (UK #12) and the demented cartoon jazz of 'The Lovecats', which became the band's first single to claim UK Top 10 status, reaching #7. Robert felt vindicated: he had worked through the rage and despair of 'Pornography', and with the release of these 3 wildly different singles, had effectively turned everyone's perception of The Cure upside down. 1983 was interspersed further with Robert's commitments recording and touring once more as a Banshee, helping write and record their 'Hyaena' and 'Nocturne' albums, as well as completing the 'Blue Sunshine' album as 'The Glove', an experimental project undertaken in partnership with Banshee Steve Severin. The three Cure singles and their B-sides were collectively released as the album 'Japanese Whispers' in December.

In 1984 'The Top' was released, and although billed as a Cure album, in reality Robert played everything on it save drums. The result was a strangely hallucinogenic mix that saw the band drift once more into the UK Top 10, a Top 20 single being achieved with the release of the infectiously psychedelic 'The Caterpillar'. Robert also recorded the Tim Pope single 'I Want To Be A Tree' at this time. With the world 'Top Tour' featuring the live line-up of Andy Anderson on drums, Phil Thornalley on bass and Porl Thompson back on guitar, the band were seemingly once more fully functioning and on their way. But for a number of reasons, come the end of the tour both Andy Anderson and Phil Thornalley had left the band. Boris Williams (drums) and a returning Simon Gallup (bass) replaced them.

This new incarnation started work on 1985's 'The Head On The Door' with enthusiasm, zeal, and a very real sense that 'something was happening'... Varied and diverse, and yet informed throughout with a wonderfully simple pop sensibility, 'THOTD', co-produced with Dave Allen, reached # 7 in the UK. The vibrant hit single 'Inbetween Days' was followed up by 'Close To Me', and another brilliant Tim Pope collaboration, this time featuring the five band members unaccountably trapped in a wardrobe, balanced perilously on the clifftop of the infamous suicide drop Beachy Head!

'THOTD' had managed #59 in the American Billboard Charts, and the accompanying world tour and ever increasing devotion of fans paved the way for the massive success of the impeccable collection 'Standing On A Beach'. Released in May 1986, the title taken from the first line of 'Killing An Arab', it featured all The Cure singles and B-sides to date. Complemented by a video version of the compilation 'Staring At The Sea', these releases, and yet another huge world tour, including the band's first headlining slot at Glastonbury, launched the band headlong into a worldwide 'big time'. The album broke into the US Top 50, and the American media suddenly became fascinated with Robert Smith. One publication labelled him "the male Kate Bush", and when he lopped off his notorious mop of hair in a fit of pique, it made MTV News On The Hour! 'Boy's Don't Cry' was re-sung, re-mixed and re-released as a single, and a year of extensive gigs and festivals was crowned in the August with Tim Pope's celebratory live concert fil
m 'The Cure In Orange', released for cinema and video the following Spring.

In 1987 The Cure brought out an immense and ambitious double album entitled 'Kiss Me Kiss Me Kiss Me'. Lyrically and musically broader than anything they had yet attempted, the greatest strength of the album, once again co-produced with Dave Allen, lay in it's extreme diversity and extraordinary stylistic range, as the band moved effortlessly from dreamlike beauty to nightmare horror. Hit singles 'Why Can't I Be You?', 'Catch', 'Just Like Heaven' and 'Hot Hot Hot!!!' were released, all accompanied by more brilliantly inventive Tim Pope videos. With the arrival of Roger O'Donnell on keyboards, the 6-piece Cure travelled the world from July to December on the wildly successful 'Kissing Tour'.




 Berikut ini adalah 30 hal yang tidak pernah kamu ketahui tentang muse, ‘30 Things You Never Knew About Muse’ ditulis oleh Mark Beaumont. Dari bukunya ‘Out Of This World: The Story Of Muse’ sebuah biografi dari band besar Muse.

1. Pada Big Day Out tour Tahun 2004, Metallica mendirikan tenda latihan di sebelah panggung utama, tempat untuk pemanasan sebelum mereka tampil. Muse datang ke luar panggung untuk mendengar Metallica pemanasan memainkan 'New Born’.

2. Menjadi seperti anak kecil - Tingginya 5' 7 "- Matt Bellamy mengambil keuntungan dari tingginya saat perjalanan ke Jepang untuk memiliki kemeja sutera yang dirancang khusus untuknya.

3. Saat tidak aktif di Muse, bassist Chris Wolstenholme adalah drummer di band pub lokal di kota Devon, Teignmouth, di mana dia tinggal bersama istrinya Kelly dan tiga anak mereka Alfie, Frankie dan Ava-Jo.

4. memori awal Drummer Dominic Howard adalah memakai cincin terbuat dari karet di pantai yang bisa meledak. Rancu euy bahasanya, hehee aslinya gini “Drummer Dominic Howard’s earliest memory is of being on a rubber ring at the beach as it burst.”

5. Anggota Band (Muse) adalah pemain poker yang hebat dan pernah mengalahkan Robert Smith dari The Cure dengan mendapatkan segepok uang yang banyak.

6. Setelah Matt terkenal, ia terkejut diberi lukisan dirinya sedang telanjang dengan gambar hati yang menutupi kemaluannya dan dengan gambar gagak di bahunya, adalah fans dari Rusia yang membuatnya, pada kunjungan berikutnya ke negara tersebut dia diberi teleskop astronom ukuran besar oleh orang yang sama.

7. Ketika meminta izin untuk memainkan salah satu organ gereja terbesar di Eropa untuk menyelesaikan rekaman 'megalomania' dari 'Origin Of Symmetry', pendeta di gereja meminta melihat lirik lagunya terlebih dahulu untuk memastikan bahwa mereka bukan sekutu setan .

8. Di Stadion Wembley pada bulan Juni 2007 band ini telah berencana untuk terbang ke panggung menggunakan jetpack, tetapi mereka merasa hal tersebut tidak baik untuk keselamatan Dan safety prosedur.


9. Begitu banyak kerusakan yang dilakukan muse pada instrumen musikdi tur 'Origin Of Symmetry '. band dan kru sepakat menyebut tur tersebut sebagai ‘Origin Of Chaos tour’

10. Sejak pertama kali Muse rekaman Matt tidak pernah membiarkan orang lain selain produser rekaman mendengar dia bernyanyi tanpa iringan musik. Bahkan anggota band (chris dan dom) tidak diizinkan tinggal di studio ketika Matt merekam trek vokalnya.

11. Pada tur Amerika mereka di awal 2005 Muse mengadakan kompetisi dimana penggemar harus memecahkan anagram dari judul lagu baru pada playists mereka, yang akan menuju pesan rahasia dengan sebuah hadiah – yaitu sebuah sepeda yang sengaja ditinggalkan di kota tersebut.

12. vila Matt di Danau Como, Italia pernah sekali di cat untuk Winston Churchill.

13. suatu saat selama proses rekaman, Muse pernah mempertimbangkan membuat 'Black Holes and Revelation' menjadi triple album. Album dengan lagu inti diapit dua keping cakram seperti sandwich antara electronik dan rock eksperimental.

14. Selama 'Black Holes And Revelations’ mereka mulai memainkan lagu-lagu lama mereka dalam versi jazz untuk bersenang-senang dan pernah mempertimbangkan untuk menjadi sebuah band jazz.

15. Bayang-bayang terbang orang di sampul 'Absolution' adalah asli/nyata - direktur seni Storm Thorgerson menolak untuk mengungkapkan bagaimana gambar tersebut diambil.
read more "Biografi The Cure"
 

Cari Blog Ini


Diberdayakan oleh Blogger.

Popular Posts

Blogger templates

Blogger templates

Blogroll

Blogger news